Total Tayangan Halaman

Senin, 07 September 2015

Dongeng Dua Bulan Terakhir Ini

Malam itu, 2 juli 2015 memasuki hari berikutnya, suara dekuran merpati sayup- sayup terdengar dari balik tembok penyekat antara ruangan pemilik rumah dengan ruangan yang kutempati untuk tidur bersama dengan 7 lelaki lain. Berdelapan, kami adalah bagian dari 30 pendatang  yang kebetulan harus dipisah tempat tinggalnya karena bukan perempuan.
Girirejo adalah nama tempat itu. Sebuah desa bagian dari Imogiri, Bantul yang masih dibagi menjadi 5 dusun lagi. Di tanah itulah, selama 120 kali putaran jam dinding kami dilepas guna memperlihatkan seberapa jauh ilmu yang kami pelajari bertahun- tahun di tempat kami berguru berguna bagi masyarakat, sebagaimana kata W.S Rendra, “Apakah gunanya seseorang belajar filsafat, teknologi, ilmu kedokteran, atau apa saja, ketika ia pulang ke daerahnya, lalu berkata : di sini aku merasa asing dan sepi.”
Berbagai usaha kami lakukan guna melihat senyum penduduk setempat, kami menyediakan media bercocok tanam, kami mengajarkan bahasa asing, kami memperkenalkan binatang liar, hingga kami bergerak pergi bersama menuju ke luar kota guna bergembira ketika belajar bersama.
Lalu apakah kami lebih ahli dari mereka?
Pengalaman adalah guru terbaik, dan kami membuktikannya. Banyak dari kegiatan kami justru berhasil ketika campur tangan penduduk setempat bersambut. Menyediakan tenaga dan bantuan material sehingga semua terlaksana. Ada kehangatan dari tangan- tangan itu, kehangatan yang mungkin lama tidak dirasakan oleh kami yang sekian waktu terlalu menuntut ilmu.
Malam itu, 29 agustus 2015 memasuki hari berikutnya, suara dekuran merpati sayup- sayup terdengar dari balik tembok penyekat antara ruangan pemilik rumah dengan ruangan yang kutempati untuk tidur bersama dengan 7 lelaki lain. Suara dekuran yang sama dengan yang kudengar pada malam pertama. Bila aku boleh berprasangka, burung itu ingin menyampaikan,


“selamat datang” dan “jangan pergi”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar