kapan lalu waktu itu, seorang kerabat menghubungiku, minta diajarkan menulis katanya, tulisanku mantap katanya. padahal, bagiku tulisan dia (yang kulihat di status- status facebooknya) sudah berkarakter. tapi ya sudah, ga ada salahnya juga belajar bareng. masalah selanjutmya, metode apa yang kupakai untuk mengajari menulis? karena sebenarnya aku ga pernah belajar kan? nuang gitu aja kan? ah kalian ndak tahu ya? ih payah.
lalu saja, kami sepakat membuat cerpen bersama, dengan cara saling umpan dengan tulisan- tulisan. dan ini dia hasilnya.
nb :
tinta hitam berarti tulisan kawanku itu, sementara yang merah berarti aku.
Rekan
se-jawat
Kopi
sudah di meja tetapi si kopi ini bingung karena dia sendiri di atas meja,
sendiri adalah sebuah kondisi tak berteman, ditemani atau menemani seseorang. Tapi
sendiri juga belum tentu sendiri, karena otak selalu bekerja dan pikiran selalu
berkelana, dan itu yang sedang di alami si kopi. Dalam kesendirian itu,
ternyata ia tidak sendiri, dan itu yang membuat si kopi bingung. Ternyata si
kopi sedang merindukan sang temannya,
sang teman yang dalam kebiasaan keseharian selalu menemaninya menghabiskan
waktu, dan jebul... ternyata hari ini
dia mendapati sang teman hilang.
Kopi mengeruh, cangkirnya tak kuat meredakan panasnya. Dia marah.
Retakan- retakan muncul ditubuh cangkir. Lalu terbelah. Kopi merambah keluar
mencoba merambat. Dia tidak terima ditinggal sendiri. Rambatannya menyelimuti
permukaan meja, menggali ke setiap celah merasuk memasuki serat. Tekadnya sudah
bulat.
Di
jelajahinya seisi meja, mencari sang teman yang tak kunjung datang. Dalam
ikhtiar pencariannya, bertemulah dia dengan sesosok lusuh di sisi pinggir kiri
meja. Ialah asbak, dandananya kumuh, kotor, dan bentuknya pun sudah tak karuan.
Kemana-mana si asbak lusuh itu membawa bertumpuk kotoran dibadannya. Kopi
bertanya pada asbak, “wahai asbak apakah engkau sudah hilang akal, kemana-mana
membawa setumpuk kotoran seperti itu?”. Asbak hanya menjawab pertanyaan itu
dengan senyuman. Sadar pertanyaannya tak kunjung dijawab, kopi pun bertanya
lagi pada si asbak, “wahai asbak, aku mohon, tolong jawab pertanyaanku, mengapa
engkau kemana-mana selalu membawa kotoran?”.
Melihat
kesungguhan kopi, asbak pun menjawab, “begini kawanku, sejatinya inilah jalan
hidupku, bila kotoran ini tak kubawa, maka engkau akan menemukan seisi meja
penuh dengan kotoran”. Sebuah jawaban singkat yang kemudian membuka
perbincangan lanjutan yang lebih panjang, asbak kemudian menceritakan masa
lalunya, dia menceritakan bahwa sejatinya dahulu dia adalah sebuah gelas kaleng
yang mengkilat, berhiaskan cat berwarna kuning bersih dan pernah mencicipi
sebagai wadah berbagai minuman mulai dari teh, susu, wedang jahe hingga
beraneka ragam kopi dari berbagai daerah. Tetapi pada suatu ketika, karat
menyerang sang asbak lusuh. Di dapatinya tubuhnya berlubang, sehingga sering berbagai
minuman yang dituangkan kedalamnya dulu tetes, bocor dan meluber kemana-mana.
Itulah saat dimana ia disingkirkan oleh si pemiliknya, tetapi karena kebaikan
hati si pemilik ia digunakan kembali, hanya tugas dan tanggung jawabnya saja
yang berbeda. Demikianlah cerita si asbak kumuh kepada kopi yang sedang gundah
mencari kawan karibnya itu.
“lalu bagimu apakah aku kotoran?” tanya kopi menanggapi.
“tergantung
perspektifnya kawan” jawab asbak.
“sudah jawab saja.”
“kenapa kau berpikir kau kotoran?”
“aku
tidak berkata demikian, mungkin karena...... aku sedang bingung. Aku sedang
bingung mencari dimana temanku, yang tak biasanya dia menghilang, meninggalku
di atas meja”, pernyataan jujur dari si kopi. Kopi pun bercerita tentang
temannya, rokok. Rokok adalah sosok teman yang sangat penting bagi si kopi, ia
teman yang pandai bergaul, inspiring,
dan pintar. Banyak ide sering ditelurkan oleh rokok, entah sudah berapa banyak
pemikir di dunia ini yang sudah mencicipi ide-ide gila dari si rokok itu.
“kau penganut darwin?”
“aku
tak tau apa atau siapa itu darwin, tapi bisa jadi ia orang yang sudah
memplagiat ide-ide temanku, si rokok itu”.
“bagaimana jika temanmu sudah berubah?”
“oh, darwin yang berbicara evolusi itu?”
“kau harus tahu, tidak semua perubahan itu bentuk dari pertahanan
hidup.”
“kau mau bilang apa sih?”
“temanmu itu, bukan lagi rokok, dia berubah. tidak untuk menjadi
bertahan hidup, tapi sebagai perwujudannya yang dikehendaki tuhan. Tersulut api
sebagai pengorbanan. Kau boleh melihat jasadnya kalau kau mau.”
“kau gila.”
Kopi mengeluarkan gelembung- gelembung, asam yang dikandungnya
menghasilkan gas tersulut emosi. Dia merambat mengepung asbak, tidak terima
temannya dikabarkan mati.
Dia menyusupi celah celah asbak yang muncul karena karat, hanya
untuk menemukan fakta bahwa asbak tidak berdusta. ***