Total Tayangan Halaman

Sabtu, 24 Mei 2014

Roh

warning! ini cuma lanturanku, tidak tertata secara struktural dan tidak peduli kalau ada yang tidak setuju. meskipun kalau mau menyampaikan sangkalan juga silahkan


merindukanku? 
terimakasih.

sebenarnya aku pun ingin blog ini rutin menambah muatan baru, entah apapun wujudnya. 
lalu kenapa aku jarang update? 

inspirasi?
ah tai. olah saja apa yang ada, campurkan, tak perlu inspirasi yang hebat untuk membuat sebuah karya.
waktu?
kau pikir aku sibuk? kegiatanku sekarang cuma klusutan di kamar sembari chat bersama teman-temanku membicarakan cemilan ringan.

mood, iya, mood yang bagiku susah di kontrol. dan entah kenapa mood belakanan ini tidak menyenangkan.
jadi aku masih kekeuh kalau ditanya kenapa jarang update, kujawab "CREWET, AKU LAGI GA MOOD!"
*****


sebenarnya aku waktu lalu sedang serius membuat versi komik dari cerpen "minta hidup". dan sialnya, terhenti ketika sudah mencapai adegan klimaksnya, yaitu ketika tokoh utamanya membakar rumah yang berisi orangtuanya.

sebenarnya bisa saja kupaksakan mood ku untuk menyelesaikannya, toh paling cuma kurang 5 halaman. tapi ga semudah itu.

aku bukan tipe orang yang menggambar sejadinya, entah tujuanku untuk pamer kemampuan atau menampar orang atau mendapat jeruk atau mengejar popularitas. 

banyak tersebar kan di jejaring, komik- komik yang terkesan garing dan hanya dibaca sambil lalu, semacam jika itu dicetak dan dibaikan, orang hanya akan melihat sepintas lalu membuangnya.

bukaan.. aku ga bilang gambar- gambar itu jelek, banyak diantaranya malah sangat rapi. tapi ada satu hal yang menurutku hilang,

ruh

iya, bagiku, karya yang patut dihargai bukanlah karya yang mendetil, menang lomba, dijual mahal, ataupun takaran lain semacam itu, tapi ada tidaknya ruh dibalik karya itu. duh, aku pun susah menggambarkannya. jadi gini. 

ketika sebuah karya, dalam hal ini berupa gambar/komik, kadang ada yang ketika kita melihatnya, seakan- akan mata kita tidak mau lepas, ingin terus melihat, mempelajari tiap goresannya. bagiku, itu tanda sebuah karya memiliki ruh.

tidak peduli seberantakan apapun gambarnya, ketika si pembuat ketika dalam mengerjakan karyanya ia menyisipkan ruh dalam setiap goresannya, karya itu, setidaknya bagiku, jauh lebih berharga daripada yang digarap secara digital, serapi mungkin, menggunakan warna warni penuh gradasi ala komik- komik yang sudah terkenal.

sebagai contoh, komik lokal berjudul "Ken Arok : Kutukan Keris Empu Gondrong" karya Sigit Susigit terbitan Mejikuhibiniu Publisher tahun 2010, jika dilihat gambarnya (sori lho, lik sigit), ambyar! goresan goresan yang kasar maupun wajah karakter yang baru pindah panel saja sudah tidak mirip akan menjadi apa yang kalian lihat ketika membacanya. tapi ketika aku membacanya, ada sesuatu yang menahanku untuk tidak melepaskan mataku dari buku ini.

saya dan author komik jayus (bukan ahok) dalam acara sarasehan hari kemerdekaan. saya bukan sebagai MC dan beliau bukan sebagai pembicara


(btw kalo ada yang minat sama komiknya bisa beli di sini, mungkin. http://www.tokopedia.com/bakoelboekoe/komik-ken-arok-kutukan-keris-empu-gondrong-sebuah-novel-grafis)

sementara itu, ketika aku membaca komik lain secara online (ga mau sebut nama yeyeyeye) yang penggarapannya penuh rasa bangga oleh si penciptanya, olehku cuma, meh, basi. cuma kulihat sebentar dan enggan menyeriusi. mau itu digarap secara canggih, bagiku luweh

lantas apa komik- komikku memiliki ruh? kupikir iya. setidaknya teman- teman yang kutanya mengiyakannya. dan caraku memasukan ruh itu adalah aku merasa aku benar- benar ada di cerita itu, dan mengalami semua kejadiannya. setiap goresan yang kutoreh aku merasa terbawa dalam prosesnya. dan justru karena itulah, akhirnya pembicaraan ngalor ngidul daritadi kembali ke topik awal, aku tidak bisa menyelesaikan komikku yg ini, karena kau pikir aku tega membakar bapakku?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar