Total Tayangan Halaman

Senin, 17 Februari 2014

Tepat mengenai kepala


tadinya mau kubikin komik, tapi kertasnya habis, lagian yang kemarin- kemarin pun belum di pindai sama tikawidy lantaran abu vulkanik yang masih bertebaran sehingga dia takut menyalakan PC. daripada blog isinya cuma teaser dan curhatan yang sebenarnya kalian pun tak peduli, aku posting cerita ini sebagai tulisan fiksi saja. sebagai dampaknya, tentu saja ga sepanjang tulisan fiksiku yang sebelumnya.



pemandangan semakin pekat, lubang hidungku terasa panas, nafasku tersentak- sentak dan langkahku berat. aku yakin mataku pun memerah. kakiku menapaki aspal tanpa alas kaki, tadinya aku mengenakan sendal, tapi terlepas, dan aku tidak mau mengambil resiko untuk kembali mengambilnya.

Kota ini terlalu berdebu, benar- benar tidak mendukung dengan apa yang harus kulakukan saat ini. siluet- siluet berwujud manusia bergerak acak tersembunyi tebalnya abu vulkanik yang mengepul. suara teriakan, .

aku berlari, entah di jalur yang benar atau tidak, aku hanya mau selamat. bahkan sesekali aku tidak sengaja menabrak sosok lain, menginjak kaki mereka, bergulung- gulung dan membuat kepulan abu semakin tebal. hingga di titik tertentu, aku merasa aku aman sesaat berdiam di situ. siluet- siluet lain pun bergerak melambat. diantara bayangan itu, aku yakin ada beberapa orang yang di pihakku, tapi tampaknya mereka menggerombol di titik lain.

aku paham, mereka juga lelah dan cari aman. musuh bergerak perlahan mendekat,  tampak bersiaga, mungkin mereka pun terselimuti keraguan untuk bertindak.

sesosok siluet bergerak tenang, di tangannya tampak dia memegang tongkat pemukul. aku tahu itu temanku. dia berhadapan dengan sesosok siluet lain. sudah pasti musuh. dari bayangannya, dia tidak membawa apapun. tapi aku merasa sesuatu akan terjadi.

benar saja. dia melempar sesuatu ke temanku, yang lalu dibalas dengan mayunan tongkat pukulnya. benda yang dilempar tadi terkena tebasan dan terlempar tinggi. seketika suara kembali bergemuruh dan suasana kembali kacau, namaku di sebut- sebut, mereka menjerit menyuruhku segera meninggalkan tempatku berdiri. ak justru panik, akhirnya aku hanya bergerak limbung. kesadaranku kembali, aku berlari, seseorang bergerak menyusulku. akhirnya ini menjadi duel hidup dan mati, aku tak peduli debu tebal yang kembali mengudara lantaran kakiku yang bergerak asal. aku masih belum mau mati. dari belakang, kepalaku terasa tersentuh oleh musuh.

dikepalaku, semua suara hilang

hening

aku mati

suara peluit berbunyi. terdengar suara keluhan dari teman- temanku. aku tidak mengelak, tapi dalam hati aku berkata,

"bodoh, salah sendiri mengajak bermain kasti. Padahal, debu  vulkanikdari Gunung Kelud yang erupsi masih tebal. kalian kan tahu daya pengelihatanku payah."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar